Ilham Habibie

Pernah mengalami momen orang bodoh dan orang pintar bertemu dalam satu memen?

Waktu itu di MUI. Kami diundang untuk sosialisasi taik tidak haram.

Pertama kita diundang sosialisasi fatwa kopi taik luwak haram. Kita semua terima karena memang taik itu haram dimakan. Seminggu kemudian kompas terbikan berita tentang petani dan pengusaha rugi karena penjualan taik luwak turun drastis.

Seminggu kemudian datang lagi undangan dari MUI: sosialisasi tentang taik luwak tidak jadi haram.



Dikatakan tidak ada perubahan pada biji setelah jadi taik sebagai alasan tidak haram. Saya katakan kenapa pula harus yang sudah jadi taik dimakan, makan saya yang belum jadi taik luwak. Dikatakan luwak hanya menyeleksi biji. Saya katakan itu benar kalau luwak liar. Tapi hari ini, dalam bisnis kopi taik luwak, luwaknya dikerangkeng, sehingga luwak harus makan kopi yang disediakan, bahkan sampai kopi putik. Sementara yang benar-benar kopi taik luwak liar itu sangat sedikit. Jadi, luwaknya terpaksa makan karena kelaparan, bukan karena menyeleksi seperti di alam liar. Dan saya yakin biji yang disediakan untuk luwak penakaran itu rasa bijinya akan beda sebelum dan sesudah menjadi taik, sehingga pernyataan tidak ada perubahan rasa pada biji itu mustahil.

Dalam saat mendebat para "ulama" MUI itu, urat leher saya sangat besar. Mata saya ngotot. Ilham Habibie yang waktu itu ketua ICMI, hanya duduk di depan saya diam saja melihat tingkah saya tanpa ekspresi. Waktu itu saya masih kampret. Sekarang sadar bahwa saya yang tegang urat leher versus Ilham yang hanya diam tanpa ekspresi, adalah pertemuan antara orang bodoh dan orang pintar. Hari ini saya malu, tidak bisa membayangkan apa yang dipikirkan Ilham melihat tingkah orang bodoh seperti saya.

Alhamdulillah sekarang saya sudah menjadi cebong. Sekarang saya lebih menikmati hidup. Tidak peduli taik itu mau halal, mau haram, terserah. Bahkan sekarang saya tidak peduli mau masuk surga atau tidak kalau mati nanti. Yang jelas kalau bisa jangan masuk neraka. Panas.