Kenapa Tidak Boleh Belajar Agama di Sekolah?


Hingga hari ini, semakin banyak saja generasi muda Islam yang masih menginginkan Islam menjadi dasar negara menggantikan Pancasila. Mereka adalah pemuda-pemuda yang dibesarkan pasca Orde Baru. Sebab utamanya dapat diarahkan pada kelalaian bersama.

Tentunya banyak segmen yang pelu digugat  atas berkembangnya kelompok-kelompok radikal dan menganggap Pancasila adalah landasan negara yang perlu diganti dengan Islam. Setidaknya ada tiga persoalan yang perlu dibenahi. Pertama adalah hilangnya pelajaran tentang doktrin Pancasila di sekolah dan kampus.

Kedua adalah dibiarkannya gerakan-gerakan radikal yang terus beroperasi dalam bentuk OKP, LDK, Rohis, LSM, Ormas, dan lainnya. Ketiga dibiarkannya pembelajaran agama Islam yang hanya dipelajari sebatas permukaan dan secara literalistik di lembaga pendidikan formal.

Kesalahan-kesalahan yang muncul dari masyarakat juga sangat banyak. Tetapi masyarakat adalah oknum-oknum yang tidak serta merta layak didakwa. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan masyarakat tetap saja harus menjadi tanggungjawab kita bersama yang lalai membina dan mengayomi serta mengabaikan sistem-sistem tertentu yang sebenarnya perlu diterapkan, digalakkan, dan terus-menerus dikawal.

Pendidikan Pancasila perlu diberikan porsi yang besar dalam pembelajarannya di lembaga formal. Tidak hanya itu, pendidikan Pancasila juga perlu diintegrasikan dengan berbagai mata pelajaran atau mata kuliah lainnya. Nuansa Pancasila harus senantiasa hadir dalam setiap materi pembelajaran.

Pemerintah harus benar-benar mampu mengawasi eksistensi OKP, Ormas, Rohis, LDK, dan gerakan-gerakan Islam lainnya agar tidak mengusung ideologisasi agama. Pembelajaran agama melalui ideologisasi sebagaimana dilakukan OKP, Ormas, Rohis, LDK hanya memunculkan identitasisasi yang menjadi biang munculnya subjektivikasi. Perkara yang berbahaya dari munculnya subjektivikasi adalah ekslusivisme dan intoleransi. Bahaya besarnya adalah muncul pengdadap-hadapan agama dengan Pancasila. Karena, agama yang telah diperlakukan sebagai gerakan ideologi diperhadapkan dengan ideologi Pancasila.

Kiranya persoalan ini muncul bukan hanya dari kekeliruan pemaknaan Islam, tetapi juga dari anggapan Pancasila hanya sebatas sebuah ideologi. Padahal poin-poin dalam Pancasila adalah prinsip dasar manusia dalam hal spiritualitas, emosionalitas, unitas, pandangan hidup, dan  sosialitas.   

Ideologisasi dalam organisasi kepemudaan dan kemasyarakatan juga menyebabkan munculnya egoisme antar kelompok organisasi. Masing-masing kelompok merasa benderanyalah yang unggul.


Pembelajaran agama dalam kurikulum sekolah menjadikan pembelajaran aspek sakral itu menurut kepada sistem formal pendidikan yang tunduk pada kurikulum, standarisasi, administrasi, dan mekanisme tertentu. Akibatnya pembelajaran agama menjadi tekstual, dangkal, dan hambar. Padahal agama itu harus dipelajari secara mendalam, sistematis, dan melalui guru yang otoritatif.

Pembelajaran agama harus menghasilkan kesadaran terdalam, pemahaman yang menyeluruh, dan aktualitas yang konsisten. Tuntutan-tuntutan ini tidak akan dapat dipenuhi melalui sistem pendidikan formal. Hasil dari kebutuhan ini hanya dapat dipenuhi melalui porsi pembelajaran yang mengedepankan penyadaran, pembiasaan, dan memunculkan konsistensi. Ini membutuhkan fokus yang jelas dan waktu yang menyeluruh. Dan hanya dapat dipenuhi melalui sistem pondok atau dayah.   

Pembelajaran agama porsinya sangat terbatas dalam lembaga pendidikan formal. Sekolah hanya dapat mewujudkan pengetahuan agama bercorak akademik. Pembelajaran agama hanya sebatas pada pengetahuan konsep. Pembelajaran agama yang hanya dipelajari sebagai konsepsi tidak bisa difungsikan sebagai agama dalam kehidupan. Karena agama adalah penghayatan jiwa dan panduan hidup secara menyeluruh.

Sebab itulah sistem pondok atau sistem dayah dapat dikatakan sebagai sistem yang ideal dalam pembelajaran agama. Dalam sistem pondok, agama dapat dipelajari secara sistematis kepada ulama muktabar yang memiliki silsilah keilmuan yang tidak putus, dan pengetahuan keagamaan dapat diaktualisasikan langsung dalam lingkungan yang mendukung.

Dengan sistem tersebut, maka seseorang dapat memahami agama secara detail, mendalam, menyeluruh, sehingga tidak menjadi seperti kelompok reaksioner yang memaksakan sistem agama sebagai dasar negara menggantikan Pancasila. Mereka yang benar-benar paham agama sadar bahwa sistem objektif di ruang publik haruslah sebuah kaidah berasalkan dari fitnah manusia sebagaimana esensi-esensi dari tiap-tiap butir Pancasila.

Kenapa Tidak Boleh Belajar Agama di Sekolah? Kenapa Tidak Boleh Belajar Agama di Sekolah? Reviewed by Miswari on 07.35 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.