Sebuah Konstalasi

Alif, lam, mim." Seperti ini adalah sebuah tradisi menyeru orang-orang yang sedang dalam kesibukan masing-masing di sebuah bandar. Biasanya sesiapa yang menyeru seperti itu akan mengumunkan sebuah berita penting untuk disimak. Dan yang diseru amat berkepentingan untuk mengetahui pengumuman tersebut sehingga akan lebih baik baginya sejenak menjeda aktivitasnya.

Ternyata kali ini yang datang adalah sebuah berita besar, sebagaimana lama sebelumnya berita besar pernah datang, yakni hadirnya sebuah kitab yang menjadi petunjuk bagi manusia. Kehadiran kitab tersebut untuk mejawab permohonan umat manusia dari berbagai bangsa untuk mendapatkan petunjuk ke jalan yang lurus. Kitab-kitab sebelumnya juga merupakan petunjuk. Tetapi memiliki dua kelemahan, pertama hanya diturunkan untuk bangsa-bangsa tertentu, dan telah banyak diselewengkan. Kali ini, kitab yang hadir benar-benar murni, tanpa keraguan di dalamnya.
Kitab kali ini bukan untuk bangsa tertentu saja, melainkan kepada siapa saja yang jiwanya mengharapkan petunjuk dan siapa saja yang punya konsistensi tinggi. Ketika dikatakan "Kepada orang-orang berkonsistensi tinggi," hadirin yang didominasi bangsa Arabia langsung merasa terpanggil. Karena orang Arabia tahu bahwa mereka adalah orang-orang yang konsisten. Oleh mereka dipahami bahwa seruan itu untuk mereka. Mereka paham bahwa yang sedang diseru adalah mereka. Karena kitab kali ini tidak dikhususkan kepada bangsa tertentu sebagaimana kitab sebelumnya, maka bangsa Arabia sebagai masyarakat yang sangat konsisten secara otomatis mengemban tugas untuk menyampaikan pesan terakhir itu.
Orang-orang yang konsisten tentuk tidak hanya dari bangsa Arabia saja melainkan tipe seperti itu ada dalam setiap bangsa dan tradisi. Mereka senantiasa sadar bahwa realitas itu bukan hanya yang terindrai saja, melainkan pada tingkatan inteleksi, tingkatan imajinasi, dan tingkatan spiritual. Setiap orang bisa saja meragukan persepsi indranya. Setiap orang bisa saja keliru dalam bernalar. Setiap orang bisa tidak konsisten dengan imajinasinya. Tetapi benar-benar yakin akan alam spiritual. Alam tersebut memang gaib secara indrawi. Namun ia nyata. Siapa saja yang meyakini alam spiritual yang gaib itu, dialah orang-orang yang konsisten.
Orang-orang demikian itu senantiasa menjaga tradisi semedi, berdoa, salat dalam berbagai cara sesuai tradisi mereka. Mereka juga adalah bukan orang-orang yang serakah. Karena kebiasaan mereka adalah menyisihkan rejezi yang dimiliki untuk diberikan kepada orang lain yang membutuhkan. Mereka yang konsisten dengan amal kebaikan itu, di mana pun mereka, dari bangsa mana pun asalnya, adalah orang-orang yang senantiasa diberi petunjuk oleh Allah. Mereka selalu dilindungi Allah karena mereka adalah orang-orang yang siap untuk menerima, mengempurnakan dirinya, dan melanjutkan pesan dari kitab terakhir.
Sementara orang-orang yang tidak mempertahankan tradisi kebaikan, tidak merawat keimanannya dan meninggalkan ibadahnya, bagi mereka itu sama-saja: apakah pesan terakhir itu sampai maupun tidak kepada mereka. Siapa saja yang tidak merawat tradisi sebelumnya, maka mereka tidak akan mampu memahami pesan terakhir. Ada juga sebagian orang yang mengaku terus merawat tradisi sebelumnya dengan keimanan dan pengamalan, namun sebenarnya tidak. Mereka telah meninggalkan tradisi sebelumnya, meninggalkan keyakinan bahwa alam spiritual yang baib itu nyata. Sebenarnya mereka tidak percaya dan tidak tahu menehu tentang itu. Namun mereka berusaha menutupi ketidaktahuan itu. Sebenarnya yang mereka tipu hanya diri mereka sendiri. Karena mereka mengaku meyakini dan mengetahui, hal-hal yang mereka sama sekali tidak ketahui.
Pada setiap bangsa terdapat orang-orang yang tidak meyakini alam spiritual, tidak mempercayai perjalanan jiwa setelah kematian, dan tidak percaya bahwa dalam spiritualitas itu petunjuk Allah. Mereka menganggap itu semua hanyalah ilusi. Dikira itu adalah kebohongan yang telah berlaku secara turun-temurun. Mereka adalah orang-orang yang menukar petunjuk dengan kesesatan. Mereka mengklaim bahwa alam yang nyata hanya apa-apa yang mereka indrai saja. Terkadang orang-orang demikian mengaku percaya kepada alam spiritual di hadapan orang-orang yang mempercayainya, dihadapan orang-orang yang senantiasa berada dalam petunjuk. Namun sebenarnya orang-orang yang ingkar itu tidak meyakininya. Mereka adalah orang-orang yang tergganggu fakultas spiritualnya.
Sebuah Konstalasi  Sebuah Konstalasi Reviewed by Miswari on 19.04 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.