WAWASAN BARU TENTANG POLEMIK HAMZAH FANSURI DAN NURUDDIN AR-RANIRI


Dalam kitab panduan ajaran-ajaran sesat yang ditulis dalam ‘Tibyan fi Ma’rifat Al-Adyan’, Nuruddin Ar-Raniri tidak menyebutkan ajaran Ibn ‘Arabi itu sesat.  Bahkan di dalam ‘Hujjatul Siddiq li Dhaf’il Zindiq”, Raniri memuji Ibn ‘Arabi.
Jelas Hamzah Fansuri yang menjadi rival kuat Raniri diserang habis-habisan. Ajaran Hamzah Fansuri ditegaskan benar-benar sesat. Padahal Hamzah Fansuri dengan jelas merupakan pengikut ajaran Wahdatul Wujud Ibn ‘Arabi.
Posibilitas yang muncul, Raniri adalah ulama yang menjadi rujukan penentang Wahdatul Wujud pada masanya. Dia menyerang pengikut Wahdatul Wujud di mana saja. Khususnya di kampungnya, India, Raniri telah berjuang keras memberangus pengikut Wahdatul Wujud Ibn Arabi yang subur di sana, dan beberapa wilayah lainnya termasuk di Nusantara.
Karena konsentrasi dan keahliannya dalam menyanggah Wahdatul Wujud, maka Raniri diundang ke Nusantara untuk menyingkirkan Wahdatul Wujud.
Kematian Iskandar Muda membuat situasi politik di kawasan-kawasan jajahan kesultanan  Aceh Darussalam termasuk Malaka menjadi tidak stabil. Karena aliran keagamaan selalu terlibat dalam situasi politik, maka krisis politik membuat sebagian petinggi kesultanan, khususnya Iskandar Tsani yang perlu mengamankan posisinya sebagai sultan baru di kesultanan Aceh Darussalam perlu menertibkan masyarakat penganut Wahdatul Wujud yang tidak mendukungnya. Maka diundanglah Raniri.
Ulama India itu berhasil mengamankan posisi Iskandar Tsani. Dia melaksanakan tugasnya menertibkan penganut Wahdatul Wujud. Di Nusantara waktu itu, otoritas Wahdatul Wujud berada di tangan Hamzah Fansuri yang diteruskan Syamsuddin As-Sumatrani.
Karena Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani itu adalah penganut Wahdatul Wujud, maka Raniri paham bahwah pengikut ajaran Ibn ‘Arabi. Raniri sendiri paradigma berfikirnya adalah, pengikut ajaran Ibn ‘Arabi itu telah sesat, menyimpang, sebagaimana ditemukannya di India dan kawasan lainnya. Tentunya pandangan Raniri tersebut berkonsekuensi pada keyakinan bahwa Hamzah Fansuri dan As-Sumatrani itu sesat.
Dalam pengalaman Raniri, selain Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani, di kawasan lain, tentunya banyak nama sufi pengikut wahdatul wujud yang dia sanggah.
Maka dalam hal ini, terjawab kenapa Raniri menentang Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani tetapi tidak menentang Ibn 'Arabi. Karena manurut Ar-Raniri, ajaran Ibn 'Arabi itu tidak sesat. Tetapi yang dianggap sesat adalah pengikut ajaran Ibn 'Arabi yang telah membuat ajaran Ibn 'Arabi menjadi menyimpang sebagaimana dia temukan di berbagai kawasan dunia Islam.
Temuan Raniri tersebut otomatis membuatnya yakin bahwa Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani itu sesat. Meskipun, para peneliti tema ini belakangan mengklaim Raniri tidak benar-benar mencermati ajaran Hamzah Fansuri dan Syamsuddin As-Sumatrani. Raniri hanya mengikuti wahamnya bahwa pengikut Ibn 'Arabi itu sesat. Waham sesatnya ajaran pengikut Ibn ‘Arabi membuat kajian Raniri atas Hamzah Fansuri menjadi dangkal dan kurang jeli.
Dalam skema ini, maka tentunya Raniri sama sekali tidak mengusung motif politik dalam misinya menyerah Wahdatul Wujud selama berada di Aceh Darussalam. Motif politik itu adalah pada Iskandar Tsani. Raniri hanya penyeru bahwa Wahdatul Wujud itu harus ditinggalkan. Dan tentunya itu tidak hanya dilakukan di Aceh Darussalam saja. Dia hanya “orang panggilan”. Persis seperti seorang dai yang dipanggil untuk berceramah lalu pulang.

WAWASAN BARU TENTANG POLEMIK HAMZAH FANSURI DAN NURUDDIN AR-RANIRI WAWASAN BARU TENTANG POLEMIK HAMZAH FANSURI DAN NURUDDIN AR-RANIRI Reviewed by Miswari on 22.45 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.