Joker: Menghadirkan Eksistensi Melalui berbagai Modus Esensi

Joker adalah film tentang subjektivitas.

Saya menduga sangat banyak orang tidak mendapatkan apa-apa setelah menonton film tersebut. Sehingga berpikir film tersebut perlu hanya direkomendasikan kepada kalangan tertentu saja yakni mereka yang ber-IQ tinggi, berkedalaman analisis, dan berwawasan luas.

Tetapi premis pertama film Joker adalah tentang subjektivitas. Jadi itu adalah dugaan subjektif saya. Sehingga supaya akurat, saya harus percaya bahwa setiap orang yang menonton film itu bisa mendapatkan suatu makna. Setiap subjek pasti membentuk makna masing-masing dari menonton Joker.


Banyak yang mengatakan, film Joker adalah tentang perlawanan wong cilik atas sistem. Saya tidak sepenuhnya sepakat. Tetapi tidak dapat menolak pandangan tersebut. Bagi saya film itu adalah tentang subjektivitas.

Subjek tidak ingin menjadi super-sub-ordinat dari sistem. Setiap subjek sekuat mungkin berusaha menunjukkan keunikannya agar tidak tenggelan ke dalam sistem.

Joker adalah film tentang bagaimana satu individu, atau subjek secara naluriah ingin aspirasinya diperhatikan oleh lingkungan sekitarnya. Setiap subjek butuh eksistensinya diakui, diterima oleh konstelasi, oleh masyarakat, oleh lingkungannya.

Baik dan buruk mungkin merupakan pengetahuan primordial setiap subjek yang mudah diterima secara objektif. Tetapi ada yang lebih sublim dari dua predikasi itu, yakni eksistensi.

Eksistensi adalah sesuatu yang sangat mendasar yang perlu disadari. Setiap individu bereksistensi. Bila yang mendasar ini tidak diakui, tidak diterima oleh lingkungannya, maka   mudah saja suatu eksistensi, satu individu membongkar predikasi (baik dan buruk) yang hanya merupakan predikat.

Arthur alias Joker tidak mempedulikan konsensi yang dibuat komunitas atau sistem (baik atau buruk yang dia lakukan). Dia membunuh banyak orang dengan sangat mudah karena eksistensinya ingin diakui. 

Tindakan Joker sebagai pembunuh kita amggap sebagai perbuatan yang jahat atau buruk. Tetapi kita lupa bahwa ada yang lebih penting dari baik atau buruk yang ingin digugah yakni kesadaran akan eksistensi.

Pengakuan, apresiasi, atas diri itu adalah tuntutan utama, kebutuhan primordial. Ini adalah sebagian dari sifat Tuhan (atau super-manusia) yakni hasrat untuk dikenal. Dikenal maksudnya disadari, dipahami dan diakui eksistensinya.

Bahkan Tuhan melanggar sesuatu yang sangat utama bagi dirinya yakni ketunggalan dengan mewujudkan keberagaman agar Dia dikenal.

Sebenarnya setiap orang adalah Joker. Satiap individu ingin dikenali. Dia ingin keberadaannya diterima, disadari, diakui, diapresiasi.

Mulai dari perempuan muda yang bertingkah centil hingga bayi yang merengek, semuanya adalah usaha menggugah lingkungannya untuk menyadari eksiatensi, keberadaan, dirinya.

Kesadaran eksistensi digugah melalui berbagai bentuk, melalui berbagai modus ekstensi. Joker melakukannya dengan menembak kepala orang di sebuah siaran langsung. Perempuan muda menggugahnya dengan memakai lipstik tebal. Laki-laki paruh baya menggugahnya dengan memamerkan mobil baru. Anak SD menggugahnya melalui ribut di kelas. Dosen muda menggugahnya dengan mengutip nama penulis terkenal dalam kuliahnya.

Masing-masih cara unik menggugah oleh tiap individu membentuk esensi masing-masing. Melalui esensi itulah eksistensi dikenali.
Joker: Menghadirkan Eksistensi Melalui berbagai Modus Esensi Joker: Menghadirkan Eksistensi Melalui berbagai Modus Esensi Reviewed by Miswari on 22.45 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.