Ketika Maryam yang selalu berduka kembali dirundung
malang dengan kehilangan putra tersayang, Tuhan memberitahukannya bahwa Isa
Almasih telah diangkat ke sisi-Nya. Maryam percaya kepada Tuhan. Dan memang
selalu begitu. Perempuan suci itu tahu bahwa Isa telah diangkat ke langit,
bukan disalib sebagaimana kabar yang beredar. Hanya saja, dia memohon agar
kiranya Tuhan dapat, untuk sekali saja, terakhir kalinya, berjumpa dengan putra
terkasih.Tuhan mengabulkan permintaan perempuan suci itu. Isa
turun dari langit ke hadapan ibunya. Putra Maryam itu hadir dalam pakaian
sangat anggun, berbeda sama sekali dengan penampilannya yang lusuh selama di
dunia, dalam berjuang meyakinkan Bani Israil bahwa pesan dari Tuhan tidak hanya
tentang kecaman dan hukuman, melainkan juga cinta dan kasih sayang.
Isa berpesan kepada ibunya untuk tidak bersedih,
karena mereka adalah orang-orang yang diberi kasih sayang melimpah oleh Tuhan.
Ketika Isa akan diangkat kembali ke langit, Maryam memegang kaki putranya itu
dan tersedu.
Bagaimana tidak. Maryam melewatkan masa kecil hingga
dewasa sebagai pengabdi di Baitul Maqdis sebagaimana nazar ibunya. Dia tidak
menghabiskan masa kecil dengan bermain sebagaimana anak-anak yang lain. Ketika
dewasa, dia mengalami serangkaian caci maki dan fitnah karena telah melahirkan
seorang putra tanpa memiliki suami.
Dia menderita lahir dan batin. Ketika akan melahirkan
Isa, Maryam dalam keadaan payah harus mengasingkan diri puluhan kilometer, jauh
dari masyarakat. Bersandar pada sebuah batang pohon, Maryam melahirkan Isa.
Hujatan dan kebencian terus dialamatkan kepada Maryam.
Namun dengan limpahan kasih dan sayang Tuhan, dia membesarkan putranya dengan
penuh kasih sayang.
Maryam menjadi saksi tentang bagaimana putranya
dihujat, dimaki, dituduh pembohong, dan dijadikan buronan oleh Bani Israil
karena membawa tiga pesan, yakni membenarkan kitab yang sebelumnya telah dibawa
Nabi Musa, mengaku dirinya membawa kitab serta petunjuk cahaya, dan membawa
kabar gembira yakni akan datangnya Ahmad Nabi Terakhir.
Demikian cerita dari sebuah dakwah. Kami pulang dengan obor di tangan menyusuri jalan setapak di tengah malam
buta. Tanpa terasa, air mata saya berlinang mengenang kisah pilu perempuan suci
Maryam.
Reviewed by Miswari
on
05.21
Rating:
Tidak ada komentar: