Sebagian
mengatakan dia mencuri karena malas bekerja. Sebagian mengatakan karena dia
hidup sangat miskin. Mungkin dua-duanya benar. Yang jelas dia sudah gila. Maddiyah
berjalan kaki dari rumahnya belakang Paya Cut disebut Seundok, hingga Krueng
Mane. Tidak ada lelahnya dia?
Maddiyah
makan dari nasi sisa orang buang di pasar dan mengais apa yang bisa dia makan
di tumpukan sampah. Kalau berjalan dia selalu di pinggir. Jalannya lurus, pandangan
ke bawah, tidak lihat kiri kanan. Hanya mengenakan celana jins pendek sekali
hingga ke pangkal paha.
Orang
kampung tidak ada yang takut dengan dia karena tidak pernah mengganggu orang.
Kalau ada anak-anak yang usil melempari dia, akan dimarahi orang kampung. Lagi
pula jarang ada anak yang berani mendekatinya. Penampilan Maddiyah membuat anak
kecil takut. Sebenarnya orang dewasa juga takut namun sudah biasa jadi tidak
takut lagi.
Terkadang
kalau pulang ke rumah dia dirantai oleh abangnya. Pekerjaan abangnya adalah menanam
sayur-mayur. Waktu kecil aku sering melihat abangnya lewat dengan sepeda
laki-laki dari selatan menuju pasar membawa hasil kebun seperti labu, gambas,
kacang panjang ke pasar untuk dijual. Rupanya keluarga mereka memang
benar-benar miskin. Aku jadi terharu.
Sementara
Maddiyah sendiri kalau pulang pergi melalui sisi rumah kami di Paya Cut. Kabarnya
Maddiyah menggali lubang di dalam tanah dekat rumahnya sebagai tempat dia
menaruh barang-barang entah apa saya yang dibawa pulang. Barang-barang itu
tidak jelas. Pokonya sama sekali tidak berharga bagi orang waras.
Membayangkan
tempat addiyah aku jadi ingat dulu kami di Jungka Gajah pernah main
rumah-rumahan secara ekstrem. Kami membuat galian sedala satu teter dengan
lebar sekitar dua kali dua. Atapnya kami buat dari dedaunan dan sebagainya. Enak
sekali mannya.
Waktu
gempa dua ribu empat, ayah kebetulan di Krueng Mane. Beliau menghentikan mobilnya
menunggu gempa reda. Kebetulah di dekatnya ada Maddiyah yang seperti biasa
jalan kaki di pinggir jalan. Ayah bilang Maddiyah berkata,
''Hoo..
Hana roeh long, hana roeh long.. hoo''
(‘hoo’,
maksudnya ‘berhenti’ atau ‘hentikan’, buka hoe yang artinya ‘ke mana’)
Kata
ayah, benar juga yang dikatakan Maddiyah.
Karena
di Krueng Mane air naik hingga jalan raya, ayah memutuskan kembali ke pasar ke
warung kopi langganan di Matangglumpangdua.
“Kenapa
pulang, Bang Man?’
“Banyak
air laut ke tercurah hingga ke jalan raya.
“Dia
atas meja dapur kopi juga banyak air tercurah,” kata si pembuat kopi sabil menertawakan
tak percaya. Ayah diam saja karena sulit meyakinkan orang yang tidak percaya
sama sekali. Rupanya istri si pembuat kopi sedang di banda Aceh naas ikut
terseret gelomang tsunami.
“Aku
mau bilang ke dia, kenapa air tercurah di warung kopi bisa menghanyutkan
istrinya,” kata Ayah kepada ibu ingin membalas kekesalan.
“Jangan
aneh-aneh. Orang sedang musibah ga boleh bebitu,” kata ibu melarang.
Meski
dampaknya bisa mengenai siapa saja, masyarakat di kampung saya memahami gempa
terjadi karena manusia banyak berbuat dosa. Sementara Maddiyah tidak terlibat
dalam urusan berbuat dosa karena orang gila tidak terkena hukum agama. Jadi, gempa
yang terjadi itu adalah ulah manusia, namun Maddiyah tidak terlibat. Makanya
Maddiyah mengatakan ''Hana roeh long,'' artinya setidaknya begini: Saya
tidak terlibat, atau saya tidak ikut-ikutan.
Michael
Faucault dalam The Discourse of Language mengomentari manusia yang mengabaikan
ucapan-ucapan orang gila. Mereka menganggap ungkapan-ungkapan orang gila itu
tidak bermakna dan hanya meracau. Padahal, setiap ungkapan itu bermakna atau
tidak tergantung pada maknanya, yakni apakah ia punya acuang (signified)
atau tidak.
Dalam
hal ini, bahkan ungkapan sebagian politikus yang dianggap normatif itu
sebenarnya lebih gila daripada ucapan orang gila. Karena sebagian mereka hanya
mengucapkan kata-kata yang acuannya tidak jelas seperti: kesetaraan, keadilan,
kesejahteraan, kemakmuran, dan sebagainya. Bahkan besar kemungkinan, mereka
sendiri tidak paham kata yang keluar dari mulutnya.
Meskipun
hanya makan makanan sisa, tapi Maddiyah selalu tampil bugar. Ini beda sekali
dengan sebagian politikus yang sering makan enak, namun sering terkena berbagai
jenis penyakit. Mungkin karena Maddiyah suka berjalan kaki. Para ahli
mengatakan berjalan seribu langkah setiap hari membantu badan sehat. Sementara
Maddiyah sepertinya setiap hari berjalan hampir sepuluh ribu. Setiap pergi,
Maddiyah selalu berjalan. Kecuali berhenti sejenak bila menemukan kemungkinan
ada makanan sisa di tumpukan sampah, kemudian kembali melangkah.
Meskipun
sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berjalan ke tempat-tempat yang jauh,
pada satu hari Maddiyah berada di lubang galiannya dekat rumah. Ibunya datang.
Maddiyah mengeluh sakit. Ibunya memeluk Maddiyah. Dia meninggal di dalam
dekapan ibunya.
اللهم اغفر له واىحمه وعافه واعف عنه....
BalasHapus