Provokator

 Berhentilah menjadi provokator. Pesan ini utamanya disampaikan kepada remaja. Tetapi saya tidak yakin apakah mereka dapat memahami bahasa kita. Karena dunia kita dan mereka sangat berjarak. Saya sangat benci provokator. Waktu saya masih berada di dunia hitam, waktu sekolah STM di Medan, kelas satu, ada seorang teman mengeluarkan sebuah kata hinaan kepada saya. Saya tidak tersinggung dan tidak perpancing. Kebetulan itu jam istirahat. Ada seorang abang leting kelas tiga di kelas kami. Dia mengeluarkan kata-kata provokatif. Sepertinya begini: Parah kali ah, sepele kali dia sama kau. Kalau aku udah kuhajar dia. Saya menyadari itu kalimat provokatif. Saya pegang lengan bajunya dengan tangan kiri dan menyeret hingga punggungnya menempel di dinding. Kemudian tangan kanan saya melakukan sesuatu yang harus disensor. 

Setelah melakukan itu, saya khawatir akan dikeroyok teman-temannya kelas tiga. Tapi ternyata tidak. Teman-temannya rupanya tidak suka pada dia. 

Saya khawatir lagi. Rumahnya tidak jauh dari sekolah. Saya pulang rupanya dia sedang melakukan konsolidasi dengan rekan-rekan dikampunya. Saya dikawal teman-teman sekelas. Si Li, senior asal Aceh yang bekerja jualan mie menjemput saya. Katanya dia tidak takut apa-apa. Tapi saya tidak percaya. Saya yakin dia pasti takut peluru dan tapak sepatu. Kalau tidak, dia tidak akan hijrah ke Medan masa konflik dulu. 

Tapi jangan-jangan dia hijrah bukan karena takut sepatu, peluru, dan popor, tapi takut kalau di Aceh, sulit cari uang. Masa konflik. 

Berarti ada juga yang dia takuti: takut tidak punya uang. 

Kembali ke provokator itu. Besoknya sekolah saya didatangi anak kelas tiga STM. Katanya kalau saya disentuh provokator itu, mereka akan bertindak. Rupanya begitu nasib seorang provokator. Teman sendiri tidak menyukai. Jadi jangan takut dengan provokator.


Provokator Provokator Reviewed by Miswari on 11.00 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.