![]() |
Samudra Pasai, sebagai pusat perdagangan yang memiliki hubungan erat dengan wilayah seperti Arab, India, dan Cina, menjadi salah satu kekuatan ekonomi penting pada masanya. Posisi strategis ini memengaruhi kepentingan berbagai kerajaan di Nusantara, termasuk Majapahit. Dalam upaya menjalin hubungan dengan Samudra Pasai, Majapahit awalnya mencoba pendekatan diplomatik melalui pernikahan. Namun, upaya ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, sehingga muncul langkah-langkah lain, termasuk konfrontasi.
Sumber-sumber
sejarah menyebutkan bahwa Majapahit mengirim armada untuk menyerang Samudra
Pasai, yang berujung pada perpindahan penguasa Pasai dari istana. Peristiwa ini
kerap ditafsirkan sebagai tanda keberhasilan Majapahit dalam menaklukkan
Samudra Pasai. Namun, kompleksitas keadaan saat itu perlu diperhatikan. Samudra
Pasai sendiri sedang mengalami dinamika internal akibat pembagian kekuasaan
oleh Malik Al-Zahir setelah penggabungan wilayah oleh Malik Al-Saleh. Hal ini
memunculkan ketegangan internal yang dapat mempengaruhi stabilitas kerajaan.
Selain
itu, struktur politik Samudra Pasai terdiri dari berbagai negeri kecil di
pantai utara Aceh (‘negeri’, lakab Melayu Pasai: ‘tanah’, seperti Tanah Merah,
Tanah Luas, Tanah Pasir, Tanah Datar, Tanah Jambo Aye, Tanah Lapang, dan
lainnya) yang masing-masing memiliki pemimpin sendiri. Meskipun Majapahit
mungkin berhasil menguasai istana Pasai, negeri-negeri di pantai utara Aceh
tetap memiliki kemampuan untuk memberikan perlawanan. Sejumlah catatan
menyebutkan bahwa pasukan Majapahit akhirnya mundur ke Tamiang, meskipun tidak
terdapat bukti historis yang dapat mengonfirmasi secara pasti cerita tersebut
dan apakah mereka diselamatkan, ditawan, atau sebagai strategi.
Dampak
dari konfrontasi ini tampaknya tidak menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Setelah peristiwa tersebut, upaya diplomasi kembali dilakukan, yang kemudian
menghasilkan hubungan lebih baik antara Majapahit dan Samudra Pasai. Penguasa
Samudra Pasai berikutnya, seperti Ratu Nur Ilah dan Sultanah Nahrisyah,
membangun hubungan yang lebih harmonis dengan Majapahit.
Dengan
demikian, jika keberhasilan diukur dari penguasaan istana, maka Majapahit dapat
dikatakan berhasil. Namun, jika mempertimbangkan ketahanan wilayah-wilayah lain
di bawah Samudra Pasai yang tetap memberikan perlawanan hingga pasukan
Majapahit mundur, maka klaim kemenangan menjadi lebih kompleks.
Sejarah
menunjukkan bahwa konfrontasi di antara kerajaan-kerajaan Nusantara sering kali
tidak memberikan keuntungan jangka panjang bagi pihak mana pun. Sebaliknya,
pendekatan diplomasi dan kerja sama sering kali menjadi strategi yang lebih
efektif dalam membangun stabilitas dan kemakmuran bersama. Hal ini terbukti
dalam perkembangan hubungan Majapahit dan Samudra Pasai, serta dalam berbagai
contoh sejarah lainnya dalam sejarah Nusantara.
Reviewed by Miswari
on
08.10
Rating:

Tidak ada komentar: